MAKALAH PARASIT
TREMATODA
Di susun
Oleh :
1. Afifah Trilistianingtias
2. Aliptia tamami
3. Deka Budiarto
4. Erlinda Syafitri
5. Febria
5.Kartika wulandari
6. Leli
PROGRAM
STUDI FARMASI
FAKULTAS
FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA
JAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar
Belakang
Helmintologi
adalah ilmu yang mempelajari parasit yang berupa cacing. Berdasarkan
taksonominya, helmint dibagi menjadi :
1. NEMATHELMINTHES
( cacing gilik ).
2. PLATYHELMINTHES
( cacing pipih ).
NEMATHELMINTHES
( Kelas Nematoda ) mempunyai spesies yang terbesar di antara cacing cacing yang
hidup sebagai parasit. Cacing-cacing ini berbeda-beda dalam habitat, daur hidup
dan hubungan hospes- parasit ( host-parasite relationship ). Kelas Nematoda
berbentuk bulat memanjang dan pada potongan transversal tampak rongga badan dan
alat-alat. Cacing ini memiliki alat kelamin terpisah. Dalam ilmu parasitologi
kedokteran diadakan pembagian nematode menjadi nematoda usus yang hidup di
rongga usus manusia dan nematoda jaringan yang hidup di jaringan berbagai alat
tubuh. Di antara nematoda jaringan yang penting dalam ilmu kedokteran adalah:
Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, Loa loa dan Onchocherca volvulus.
Namun yang di bahas di dalam makalah ini hanya Wuchereria bancrofti, Brugia
malayi, dan Loa loa.
II. Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan penulis menulis makalah ini, antara lain :
1. Untuk mengetahui cara penularan
penyakit filariasis
2. Untuk mengetahui morfologi dan
siklus hidup dari cacing dewasa dan mikrofilaria Wuchereria bancrofti
yang dibutuhkan dalam mendiagnosis penyakit filariasis bancrofti
3. Untuk mengetahui cara pencegahan
agar seseorang tidak terinfeksi penyakit filariasis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam
ilmu parasitologi kedokteran diadakan pembagian nematode menjadi nematoda usus
yang hidup di rongga usus manusia dan nematoda jaringan yang hidup di jaringan
berbagai alat tubuh. Nematoda jaringan yang hidup di jaringan berbagai alat
tubuh di antara lain : Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Loa loa.
Wuchereria
bancrofti terdapat
secara terbatas pada beberapa daerah di Indonesia yaitu dari Sumatera sampai
Irian Jaya. Wuchereria bancrofti
yang terdapat di kota ( tipe urban) hanya terdapat di sekitar Jakarta dan
Semarang, vektornya biasanya dari jenis Culex
quinquefasciatus. Sedangkan yang terdapat di daerah perdesaan ( tipe
rural) biasanya ditularkan oleh nyamuk dari jenis Anopheles sp. dan Aedes
sp. Mikrofilarianya bersifat periodik nokturna. Penyakit yang disebabkan
oleh Wuchereria bancrofti
adalah wukereriasis/filariasis bancrofti.
Brugia malayi hanya terdapat di perdesaan, penyebarannya cukup luas yaitu
dari Sumatera sampai ke pulau Seram. Pada Brugia malayi terdapat 2 varian, yaitu Brugia malayi yang hidup pada manusia dan yang hidup pada
manusia dan hewan, seperti kucing dan kera. Penyakit yang disebabkan oleh Brugia malayi adalah filariasis
malayi. Pada umumnya vektor penularannya adalah nyamuk Anopheles barbirostris dan Mansonia. Periodisitas Brugia
malayi adalah periodik nokturna, subperiodik nokturna atau non periodik.
Distribusi Menurut Waktu (Time)
Filariasis menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Dari tahun ke tahun jumlah provinsi yang melaporkan kasus filariasis terus
bertambah. Bahkan di beberapa daerah mempunyai tingkat endemisitas yang cukup
tinggi. Pada tahun 2007 kasus klinis filariasis dilaporkan sebanyak 11.473
kasus, tahun 2008 sebanyak 11.699 kasus dan tahun 2009 sebanyak 11.914 kasus (
proporsi sebesar 0,005% dari jumlah penduduk).
Kasus filariasis menyebabkan kerugian ekonomi
yang utama bagi penderita dan keluarganya. Kerugian yang disebabkan filariasis
baik dalam keadaan akut maupun kronis antara lain adalah hilangnya jam kerja
penderita yang berakibat pada penurunan pendapatan keluarga maupun kecacatan
yang akan membebani keluarga yang bersangkutan maupun masyarakat sekitarnya.
Berdasarkan hasil penelitian Ascobat Gani dkk, kerugian ekonomi akibat
filariasis, baik karena kehilangan jam kerja maupun biaya-biaya yang ditanggung
selama pengobatan, besarnya adalah Rp 735.380,- perkasus pertahun atau setara
dengan 17,8% dari seluruh pengeluaran keluarga atau 32,3% dari biaya makan.
Untuk seluruh Indonesia diperkirakan kerugian sebesar Rp. 4,6 triliun per
tahun.
Penyakitnya disebut malayi filariasis.
Dermaqui, seorang ahli bedah Perancis adalah orang yang mula-mula menemukan
mikrofilarianya dalam cairan hidrosel seorang pasien dari Havana pada tahun
1863. Pada tahun 1866 Wucherer telah menemukan microfilaria dalam kencing darah
seorang Brazillia.
Filariasis
merupakan salah satu penyakit tertua yang paling melemahkan yang dikenal dunia.
Terdapat lebih dari 200 spesies parasit filaria, namun hanya sedikit yang
menginfeksi manusia. Dari berbagai parasit filaria yang dapat menginfeksi
manusia , Wuchereria bancrofti, Brugia
malayi dan Brugia timori, merupakan penyebab infeksi yang paling sering
dan menimbulkan gejala sisa yang patologis. Penyebaran penyakit filariasis
dipelantarai oleh nyamuk sebagai vektor. Cacing dewasa filaria hidup pada
pembuluh limfa, sedangkan mikrofilaria hidup di dalam darah. Pada dasarnya
gejala klinis filariasis yang disebabkan oleh infeksi Wucheria bancrofti,
Brugia malayi dan Brugia timori adalah sama, tetapi gejala klinis akut tampak
lebih jelas dan lebih berat pada infeksi oleh Brugia malayi dan Brugia timori.
Infeksi Wuchereria bancrofti dapat menyebabkan kelainan pada saluran kemih dan
alat kelamin, tetapi infeksi oleh Brugia malayi dan Brugia timori tidak
menimbulkan kelainan pada saluran kemih dan alat kelamin.
BAB III
PEMBAHASAN
A. BRUGIA
MALAYI
Klasifikasi
Ilmiah
Kingdom : Animalia
Phylum : Nematoda
Class
: Secernentea
Ordo : Spirurida
Family : Onchocercidae
Genus : Brugia
Species : Brugia malayi
1. Hospes
dan vector
Hospesnya Manusia,
kucing, anjing dan lain-lain.
Vektornya : Anopheles barbirostris.
Habitat
: - Cacing dewasa : Saluran dan
kelenjar limfe
- Mikrofilaria : Darah dan limfe
2. Distribusi
Geografis
Meliputi Ceylon,
Indonesia, Filipina, India Selatan, Cina, Korea, dan sebagian besar daerah di
Jepang. Bila Mansionia sebagai vector, penyakit tersebar rural ( di kampong)
tapi bila Anopheles sebagai vector penyakit tersebar di daerah urban atau
sub-urban.
3. Morfologi
Morfologi Cacing dewasa
jantan brugia malayi berukuran panjang 23 mm, ekor melingkar. Cacing betina
berukuran panjang 55 mm, ekor lurus. Mikrofilaria brugia malayi panjangnya
200-275 µm, bersarung merah pada pewarnaan giemsa, lekuk badan kaku, panjang
ruang kepalanya dua kali lebarnya, badannya mempunyai inti-inti tidak teratur,
ekornya mempunyai satu-dua inti tambahan. Memiliki L1, L2, dan L3 seperti
Wuchereria bancrofti namun bila dijumpai dapat dibedakan dari L3 Wuchereria
bancrofti dari keberadaan tonjolan di bagian posterior tubuhnya.
4. Siklus
hidup
Hanya manusia yang menjadi hospes
defenitif . Cacing dewasa bernama putih, berukuran untuk yang betina 55x 0,16 mm, yang jantan 23 x
0,09 mm. Periodisitas: Nokturna. Hospes intermedier adalah Mansonia, Anopheles,
dan Armigeres. Mikrofilia dalam nyamuk
tumbuh sampai menjadi larva yang infeksius selama 6-12 hari.
1. Gejala klinis
Gejala klinis akut berupa
limfadenitis, limfangitis, adenolimfangitis yang disertai demam, sakit kepala,
rasa lemah dan timbulnya abses. Abses dapat pecah dan kemudian mengalami
penyembuhan dengan menimbulkan parut, terutama di daerah lipat paha dan ketiak.
Parut lebih sering terjadi pada infeksi Brugia malayi, demikian juga dengan
timbulnya limfangitis dan limfadenitis.
2. Jenis- jenis Penyakit
o
Limfedema
Pada infeksi Brugia malayi, terjadi
pembengkakan kaki di bawah lutut, lengan di bawah siku dimana siku dan lutut
masih normal.
o
Lymph Scrotum
Pelebaran saluran limfe superfisial
pada kulit skrotum, kadang-kadang pada kulit penis, sehingga saluran limfe
tersebut mudah pecah dan cairan limfe mengalir keluar dan membasahi pakaian.
Ditemukan juga lepuh (vesicles) besar dan kecil pada kulit, yang dapat pecah
dan membasahi pakaian, ini mempunyai risiko tinggi terjadinya infeksi ulang
oleh bakteri dan jamur, serangan akut berulang dan dapat berkembang menjadi
limfedema skrotum. Ukuran skrotum kadang-kadang normal kadang-kadang sangat
besar.
o
Hidrokel
Hidrokel adalah pembengkakan kantung
buah pelir karena terkumpulnya cairan limfe di dalam tunica vaginalis testis.
Hidrokel dapat terjadi pada satu atau dua kantung buah zakar, dengan gambaran
klinis dan epidemiologis sebagai berikut :
§ Ukuran skrotumkadang-kadang normal
tetapi kadang-kadang sangat besar sekali, sehingga penis tertarik dan
tersembunyi .
§ Kulit pada skrotum normal, lunak dan
halus.
§ Kadang-kadang akumulasi cairan limfe
disertai dengan komplikasi, yaitu komplikasi dengan chyle (chylocele), darah
(haematocele) atau nanah (pyocele). Uji transiluminasi dapat digunakan untuk
membedakan hidrokel dengan komplikasi dan hidrokel tanpa komplikasi. Uji
transiluminasi ini dapat dikerjakan oleh dokter puskesmas yang sudah dilatih.
3. Diagnosis
Untuk konfirmasi diagnosis
dipastikan dengan pemeriksaan :
a.
Diagnosis Parasitologi
Deteksi
parasit yaitu menemukan mikrofilaria di dalam darah, cairan hidrokel atau
cairan kiluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal dan teknik konsentrasi
Knott. Pada pemeriksaan hispatologi, kadang-kadang potongan cacing dewasa dapat
dijumpai di saluran dan kelenjar limfe dari jaringan yang dicurigai tumor.
Deteksi biologi molekuler dapat digunakan untuk mendeteksi parasit melalui DNA
parasit dengan menggunakan reaksi rantai polymerase (Polymerase Chain
Reaction/PCR).
b.
Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan Ultrasonografi
(USG) pada skrotum dan kelenjar getah bening inguinal penderita akan memberikan
gambaran cacing yang bergerak-gerak. Pemeriksaan ini hanya dapat digunakan
untuk infeksi filaria oleh Wuchereria bancrofti. Pemeriksaan limfosintigrafi
dengan menggunakan dekstran atau albumin yang ditandai dengan zat radioaktif
menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik sekalipun pada penderita yang
asimptomatik mikrofilaremia.
c.
Diagnosis Imunologi
Deteksi antibodi dengan menggunakan
antigen rekombinan telah dikembangkan untuk mendeteksi antibodi subklas IgG4
pada filariasis brugia.
4. Pengobatan
Hingga sekarang DEC masih merupakan
obat pilihan. Dosis yang dipakai di beberapa Negara Asia berbeda-beda. Di
Indonesia dosis yang dianjurkan adalah 5 mg/kg berat badan/hari selama 10 hari.
Efek samping DEC pada pengobatan filiariasis brugia jauh lebih berat, bila
dibandingkan dengan yang terdapat pada pengobatan filariasis brancofti. Untuk
mendapatkan hasil penyembuhan yang sempurna, perlu pengobatan ni diulang
beberapa kali.
5. Pencegahan
1. Pemakaian alat pelindung diri, yaitu
dengan menggunakan jaket, celana panjang, obat nyamuk atau alat proteksi
lainnya saat melakukan aktifitas pada malam hari.
2. Menutup ventilasi rumah dengan kasa
nyamuk untuk melindungi diri terhadap gigitan nyamuk sehingga terhindar
dari risiko tertular filariasis.
3. Penggunaan kelambu pada saat tidur,
dengan tujuan untuk proteksi diri dari risiko tertular filariasis.
6. Epidemologi
Brugia Malayi hanya terdapat di pedesaan, karena
vektornya tidak dapat berkembang biak diperkotaan. Brugia malayi hanya hidup
pada manusia. Brugia malayi yang terdapat pada hewan dan manusia biasanya
terdapat di pinggir pantai, dengan rawa-rawa. Penyebaran B. Malayi bersifat
lokal, dari Sumatera sampai ke kepulauan Maluku.
A.
WUCHERERIA
BANCROFTI
Klasifikasi Ilmiah
·
Kingdom : Animalia
·
Phyllum : Platyhelminthes
·
Class : Nematoda
·
Ordo
:
Spiruridia
·
Family
: Filariidae
·
Genus
: Wuchereria
·
Species : Wuchereria
bancrofti
1. Hospes
dan Vektor
Hospes definitive Wuchereria
bancrofti adalah manusia. Cacing dewasa hidup di dalam saluran limfe, sedangkan
microfilaria hidup di dalam darah dan limfe. Hospes perantara cacing ini adalah
nyamuk.
2.
Distribusi
Geografis
Wuchereria bancrofti tersebar
di daerah yang beriklim tropis, umumnya daerah dataran rendah, terutama
pedesaan, pantai, pedalaman, persawahan, rawa-rawa, dan hutan. Secara umum
filariasis bancrofti tersebar di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara, Maluku dan Irian Jaya. Wuchereria bancrofti yang terdapat di kota ( tipe urban) ,
vektornya biasanya dari jenis Culex
quinquefasciatus. Sedangkan yang terdapat di daerah pedesaan ( tipe rural)
biasanya ditularkan oleh nyamuk dari jenis Anopheles sp. dan Aedes sp. Mikrofilarianya
bersifat periodik nokturna.
3. Morfologi
Cacing dewasa berbentuk halus seperti benang, mempunyai
kutikula halus, dan ditemukan dalam kelenjar dan saluran limfe. Cacing jantan
panjangnya kira-kira 40 mm dan diameternya 0,1mm. Cacing betina panjangnya
80-100mm dan diameternya 0,24-0,30mm. Guna melanjutkan siklus
hidupnya, cacing dewasa betina menghasilkan mikrofilaria bersarung. Panjang
mikrofilarianya berkisar dari 244 sampai 296 µm serta aktif bergerak dalam
darah dan limfe. Mikrofilarianya bersarung dan inti badannya tidak sampai ujung
ekor. Pulasan seperti Giemsa, Wright, atau hemaktosilin Delafield telah
digunakan untuk membantu membedakan gambaran morfologi dalam menentukan spesies
mikrofilaria. Mikrofilaria yang dipulas panjangnya 245-300 µm dengan lebar 7- 8
µm, ruang pada kepala (cephalic space) yaitu panjang = lebar, memiliki inti
yang teratur, lekukan badan halus dengan sarung berwarna pucat. Pada banyak
daerah di Indonesia, mikrofilaria Wuchereria bancrofti termasuk
dalam tipe periodik nokturna. Konsentrasi tertinggi mikrofilaria dalam
peredaran darah yaitu pada malam hari umumnya diantara jam 10 malam sampai jam
2-4 pagi.
4.
Siklus Hidup
Hospes
pelantara dari filaria, yaitu nyamuk mendapatkan infeksi dengan menelan
mikrofilaria dalam darah yang diisapnya. Mula-mula parasite ini memendek,
bentuknya menyerupai sosis dan disebut larva stadium I (L1) dalam waktu 3
hari. Dalam waktu kurang lebih seminggu larva ini bertukar kulit tumbuh menjadi
lebih gemuk dan panjang yang disebut larva stadium II (L2). Pada hari ke 10-14
selanjutnya larva ini bertukar kulit sekali lagi tumbuh makin panjang dan lebih
kurus, disebut larva stadium III (L3) yang merupakan bentuk infektif dan
dapat dijumpai di dalam selubung probosis nyamuk. Larva bermigrasi ke labela
nyamuk dan masuk ke dalam kulit hospes definitive melalui luka tusukan ketika
sedang mengisap darah. Dalam tubuh hospes definitive (manusia), larva L3
menembus lapisan dermis menuju saluran limfe dan berkembang menjadi larva
L4 dalam waktu 9-14 hari setelah infeksi. Larva L4 kemudian berkembang menjadi
cacing dewasa di dalam kelenjar limfe dan melakukan kopulasi .
Mikrofilaria akan dilepaskan oleh cacing betina yang gravid dan dapat dideteksi
di sirkulasi perifer dalam 8 sampai 12 bulan setelah infeksi. Dari saluran
limfe, mikrofilaria memasuki sistem vena lalu ke kapiler paru dan akhirnya
memasuki sistem sirkulasi perifer.
5. Gejala Klinik
1. Demam
berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila si penderita
beristirahat dan muncul lagi jika si penderita bekerja berat.
2. Pembengkakan
kelenjar getah bening, sehingga terlihat bengkak didaerah lipatan paha, ketiak
yang tampak kemerahan, panas dan sakit.
3. Pembesaran
tungkai, lengan, buah dada dan buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan
terasa panas.
6. Penyakit
a. Filariasis bankrofti (wukereriasis
brankrofti)
b. Wuchereriasis
c. Elephantiasis
b. Wuchereriasis
c. Elephantiasis
7. Diagnosis
Beberapa diagnosis yang digunakan untuk
identifikasi filariasis bancrofti diantaranya adalah :
A. Pemeriksaan
Makroskopis
yaitu dengan melihat
dari gejala klinis yang disebabkan oleh cacing dewasa Wuchereria bancrofi.
Salah satu gejala klinisnya berupa elephantiasis yang dapat mengenai
seluruh lengan, pangkal paha sampai mata kaki serta dapat menyerang system
kelamin, payudara dan vulva.
B. Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopik
dilakukan dengan tujuan untuk menemukan mikrofilaria, cacing dewasa ataupun
untuk mendeteksi adanya antigen dan/atau antibodi pada kasus
occult filariasis.
C. Pemeriksaan
mikrofilaria dalam darah
Pemeriksaan sediaan
darah adalah pemeriksaan yang paling sering digunakan dalam mendiagnosa infeksi
filariasis bancrofti. Pemeriksaan sediaan darah ini dilakukan untuk
menemukan mikrofilaria dalam darah. Namun pemeriksaan ini memiliki kelemahan,
yaitu hanya dapat dilakukan pada malam hari (22.00 – 02.00), yang disebabkan
mikrofilaria bancrofti memiliki periodisitas nokturna.
8. Pengobatan
Pengobatan
filariasis dilakukan dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate
(DEC). DEC dapat membunuh mikrofilaria
dan cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Untuk filariasis
akibatWuchereria bankrofti, dosis yang dianjurkan 6 mg/kg berat badan/hari
selama 12 hari. Efek samping dari DEC ini adalah demam, menggigil, sakit
kepala, mual hingga muntah. Pengobatan kombinasi dapat juga dilakukan dengan
dosis tunggal DEC dan Albendazol 400mg, diberikan setiap tahun selama 5 tahun.
Pengobatan kombinasi meningkatkan efek filarisida DEC. Obat lain yang juga
dipakai adalah ivermektin. Ivermektin adalah antibiotik semisintetik dari
golongan makrolid yang mempunyai aktivitas luas terhadap nematoda dan
ektoparasit. Obat ini hanya membunuh mikrofilaria. Efek samping yang
ditimbulkan lebih ringan dibanding DEC. Terapi suportif berupa pemijatan juga
dapat dilakukan di samping pemberian DEC dan antibiotika, khususnya pada kasus
yang kronis. Pada kasus-kasus tertentu dapat juga dilakukan pembedahan.
9. Pencegahan
1. Pemakaian alat pelindung diri, yaitu
dengan menggunakan jaket, celana panjang, obat nyamuk atau alat proteksi
lainnya saat melakukan aktifitas pada malam hari.
2. Menutup ventilasi rumah dengan kasa
nyamuk untuk melindungi diri terhadap gigitan nyamuk sehingga terhindar
dari risiko tertular filariasis.
3. Penggunaan kelambu pada saat tidur,
dengan tujuan untuk proteksi diri dari risiko tertular filariasis.
4. Melakukan tindakan pemutusan rantai
penularan kegiatan insektisida dan larvasida.
10.
Epidemologi
Filariasis brancrofti hanya
terdapat di pedesaan, karena vektornya tidak dapat berkembang biak diperkotaan.
Brugia malayi hanya hidup pada manusia. Brugia malayi yang terdapat pada hewan
dan manusia biasanya terdapat di pinggir pantai, dengan rawa-rawa. Penyebaran
B. Malayi bersifat lokal, dari Sumatera sampai ke kepulauan Maluku.
B. LOA LOA
Klasifikasi ilmiah
- Kingdom : Animalia
- Filum : Nemathelmynthes
- Kelas : Nematoda
- Ordo : Spirurida
- Family : Onchocercidae
- Genus : Loa
- Spesies : Loa loa
1. Hospes
dan Nama Penyakit
Parasit
ini hanya ditemukan pada manusia. Penyakitnya disebut loaiasis atau calabar swelling (fugitive swelling).
Loaiasis terutama terdapat di Afrika Barat, Afrika Tengah, dan Sundan.
2.
Distribusi
Geografik
Parasit ini tersebar di
daerah khatulistiwa di hutan yang berhujan (rain
forest) dan sekitarnya; ditemukan di Afrika tropik bagian barat dari Sierra
Leone sampai Angola, lembah sungai Kongo, Republik Kongo, Kamerun, dan Nigeria
bagian selatan.
3. Morfologi
Cacing dewasa hidup
dalam jaringan subkutan, yang betina berukuran 50 – 70 x 0,5 mm dan yang jantan
berukuran 30 – 34 x 0,35 – 0,43 mm. Cacing betina mengeluarkan microfilaria
yang beredar dalam darah pada siang hari (diurna). Pada malam hari microfilaria
berada dalam pembuluh darah paru.
4. Siklus
Hidup
Mikrofilaria mempunyai
sarung berukuran 250-300 mikron x 6-8,5 mikron, dapat ditemukan dalam urin,
dahak, dan kadang-kadang ditemukan di dalam cairan sumsum tulang belakang.
Parasit ini ditularkan oleh lalat Chrysops. Microfilaria yang beredar
dalam darah diisap oleh lalat dan setelah kurang lebih 10 hari di dalam badan
serangga, microfilaria tumbuh menjadi larva infektif dan siap ditularkan kepada
hospes lainnya. Cacing dewasa tumbuh dalam tubuh manusia dalam waktu 1 sampai 4
tahun kemudian berkopulasi dan cacing dewasa betina mengeluarkan microfilaria.
5. Gejala
Klinis
Cacing dewasa yang
mengembara dalam jaringan subkutan dan mikrofilaria yang beredar dalam darah
seringkali tidak menimbulkangejala. Cacing dewasa dapat ditemukan di seluruh
tubuh dan seringkai menimbulkan gangguan di konjungtiva mata dan pangkal hidung
dengan menimbulkan iritasi pada mata, mata sembab, sakit, pelupuk mata menjadi
bengkak sehingga mengganggu pelihatan. Secara psikis, pasien menderita. Pada
saat-saat tertentu penderita menjadi hipersensitif terhadap zat sekresi yang
dikeluarkan oleh cacing dewasa dan menyebabkan reaksi radang bersifat temporer.
Kelainan yang khas ini dikenal dengan calabar
swelling atau fugitive swelling.
Pembengkakan jaringan yang tidak sakit dan nonpitting ini dapat menjadi sebesar
teluar ayam. Lebih sering terdapat di tangan atau lengan dan sekitarnya.
Timbulnya secara spontan dan menghilang setelah beberapa hari atau seminggu
sebagai manifestasi supersensitive hospes terhadap parasit. Masalah yang utama
adalah apabila cacing tersebut masuk ke otak dan menyebabkan ensefalitis.
Cacing dewasa dapat pula ditemukan dalam cairan serebrospinal pada orang yang
menderita meningoensefalitis.
6. Penyakit
Penyakit ini hanya
ditemukan pada manusia. Penyakitnya disebut loaiasis. Loaiasis terutama
terdapat di Afrika barat, Afrika tengah, dan Sudan. Morfologi dan daur hidup
Cacing dewasa hidup dalam jaringan subkutan, yang betina berukuran 50-75 x 0,5
mm dan yang jantan berukuran 30-34 x 0,35-0,43 mm. cacing betina mengeluarkan
microfilaria ynag beredar dalam darah pada siang hari (diurna). Pada malam hari
microfilaria berada dalam pembuluh darah paru. Sama seperti jenis-jenis cacing
filaria Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan yang lainnya yang
menyebabkan penyakit kaki gajah, Loa loa pun transmisinya sama, namun bukan
melalui gigitan nyamuk melainkan gigitan lalat.
7. Diagnosa
Diagnosis dibuat dengan
menemukan mikrofilaria dalam darah yang diambil pada waktu siang hari atau
menemukan cacing dewasa dari konjungtiva mata ataupun dalam jaringan subkutan.
8. Pengobatan
Dietilkarbamasin
merupakan obat utama untuk pengobatan loaiasis.
Dosisnya 2 mg/kg berat badan/hari, diberikan 3 kali sehari sesudah makan selama
14 hari. DEC membunuh mikrofilaria dan cacing dewasa. Pada pemberian DEC harus
diperhatikan efek sampingnya. Disamping sebagai obat terapi, obat ini bersifat
profilaksis terhadap infeksi parasit. Saat ini sedang mulai dicoba pengobatan
dengan ivermectin. Cacing dewasa di dalam mata harus dikeluarkan dengan
melakukan pembedahan yang dilakukan oleh seorang yang ahli di bidang
tersebut.Prognosis biasanya baik bila cacing dewasa dapat dikeluarkan melalui
mata atau apabila pengobatan berhasil dengan baik.
9. Pencegahan
Pencegahan ini dapat
dilakukan dengan menghindari gigitan lalat atau dengan pemberian obat sebulan
sekali, selama 3 hari berturut-turut.
10. Epidemologi
Daerah endemic adalah
daerah lalat Chrysops silacea dan Chrysops dimidiata yang mempunyai tempat
perindukan di hutan yang berhujan dengan kelembaban tinggi. Lalat-lalat ini
menyerang manusia, yang sering masuk hutan, maka penyakitnya lebih banyak
ditemukan pada pria dewasa.
BAB IV
KESIMPULAN
Dalam
ilmu parasitologi kedokteran diadakan pembagian nematode menjadi nematoda usus
yang hidup di rongga usus manusia dan nematoda jaringan yang hidup di jaringan
berbagai alat tubuh. Nematoda jaringan yang hidup di jaringan berbagai alat
tubuh di antara lain : Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Loa loa.
Brugia malayi adalah
cacing yang memiliki morfologi Cacing dewasa jantan brugia malayi berukuran
panjang 23 mm, ekor melingkar. Cacing betina berukuran panjang 55 mm, ekor
lurus. Hospes dari cacing ini adalah manusia, kucing, anjing dan lain-lain.
Sedangkan vemtornya adalah Anopheles barbirostris. Distribusinya meliputi Ceylon, Indonesia,
Filipina, India Selatan, Cina, Korea, dan sebagian besar daerah di Jepang. Jenis
penyakit yang disebabkan oleh cacing ini anatar lain limfedema yaitu terjadinya
pembengkakkan di sebagian tubuh manusia. Lalu ada Lymph Scrotum yaitu Pelebaran
saluran limfe superfisial pada kulit skrotum. Dan ada juga Hidrokel yaitu pembengkakan kantung buah pelir karena
terkumpulnya cairan limfe di dalam tunica vaginalis testis. Diagnosisnya dapat
dilakukan dengan diagnosis parasitologi , diagnosis radiologi menggunakan
ultrasonografi , dapat juga dengan diagnosis imunologi. Pengobatannya masih
menggunakan DEC. Pencegahan dapat dilakukan dengan perlindungan diri untuk
menghindari tubuh dari masuknya cacing brugia malayi.
Wuchereria Bancrofti adalahcacing yang dapat menyebabkan
penyakit yang dinamakan Filariasis bankrofti (wukereriasis
brankrofti), Wuchereriasis, dan Elephantiasis. Hospes dari cacing ini adalah
manusia dan vektornya adalah nyamuk. Distribusi dari cacing ini tersebar di daerah yang beriklim
tropis, umumnya daerah dataran rendah, terutama pedesaan, pantai, pedalaman, persawahan,
rawa-rawa, dan hutan. Dan cacing ini memiliki morfologi Cacing jantan
panjangnya kira-kira 40 mm dan diameternya 0,1mm. Cacing betina panjangnya
80-100mm dan diameternya 0,24-0,30mm. Diagnosis penyakit yang
disebabkan oleh cacing ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan makroskopis ,
pemeriksaan mikrokospis dan pemeriksaan microfilaria di dalam darah. Sampai
saat ini DEC masih menjadi pilihan pengobatan untuk penyakit yang disebabkan
oleh cacing wuchereria bancrofti. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan
melindungi diri agar tidak terkena gigitan nyamuk vector dari wuchereria
bancrofti.
Loa loa atau yang bisa disebut juga dengan cacing mata.
Dapat menyebabkan penyakit yang disebuat loaiasis dengan hospes definifnya
manusia. Parasit ini tersebar di daerah khatulistiwa di hutan
yang berhujan (rain forest) dan
sekitarnya. Dengan morfologi Cacing dewasa hidup dalam jaringan subkutan, yang
betina berukuran 50 – 70 x 0,5 mm dan yang jantan. Diagnosis dibuat dengan
menemukan mikrofilaria dalam darah yang diambil pada waktu siang hari atau
menemukan cacing dewasa dari konjungtiva mata ataupun dalam jaringan subkutan.
Dietilkarbamasin merupakan obat utama untuk pengobatan loaiasis. Dosisnya 2 mg/kg berat badan/hari, diberikan 3 kali
sehari sesudah makan selama 14 hari. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan
menghindari gigitan lalat atau dengan pemberian obat sebulan sekali, selama 3
hari berturut-turut.
Sudah sangat jelas bahwa ketiga parasit yang dibahas dalam
makalah ini berhospes definif pada manusia. Ketiga parasit ini menyebabkan
penyakit yang berbeda-beda namun untuk cara pencegahan , pengobatan , diagnosis
penyakit dan pemberantasannya hampir sama untuk ketiga parasit tersebut. Mereka
ditularkan melalui gigitan nyamuk vector maupun gigitan lalat vector. Dan
ketiga parasit tersebut banyak tersebar di daerah tropis maupun subtropis. Dan
Indonesia juga sudah menjadi ancaman untuk terserangnya penyakit yang
disebabkan oleh salah satu maupun ketiga parasit tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Diakses pada tanggal 22
April 2014 pada pukul 20.00 WIB.
Diakses pada tanggal 23
April 2014 pada pukul 17.00 WIB.
Diakses pada tanggal 10
Mei 2014 pada pukul 11.00 WIB.
4.
Kus Irianto.
2009. Parasitologi untuk paramedic dan non medis. Penerbit : YramaWidya
5. Prof.
dr. Sri S. Margono. 1998. Parasitologi Kedokteran. Penerbit : Balai Penerbit
FKUI, Jakarta.