MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DISUSUN OLEH
:
1.
ENY PURWANINGSIH
2.
ERLINDA SYAFITRI
3.
FAUZIAH NUR AFIAH
4.
YENI ROHMAWATI
MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA
JAKARTA,
07 OKTOBER 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seringkali dan banyak di antara kita yang menganggap ibadah itu hanyalah
sekedar menjalankan rutinitas dari hal-hal yang dianggap kewajiban, seperti
sholat dan puasa. Sayangnya, kita lupa bahwa ibadah tidak mungkin lepas dari
pencapaian kepada Tauhid terlebih dahulu. Mengapa keduanya berkaitan erat ?
Karena mustahil kita mencapai tauhid tanpa memahami konsep ibadah dengan
sebenar-benarnya. Dalam syarah Al-Wajibat dijelaskan bahwa “Ibadah secara
bahasa berarti perendahan diri, ketundukan dan kepatuhan.
Secara umum ibadah seperti yang kita ketahui di antaranya yaitu
mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan ramadhan (maupun
puasa-puasa sunnah lainnya), dan melaksanakan haji. Selain ibadah pokok tersebut,
hal-hal yang sering kita anggap sepele pun sebenarnya bernilai ibadah dan
pahalanya tidak dapat diremehkan begitu saja, misalnya :
- Menjaga lisan dari perbuatan dosa, misalnya dengan tidak berdusta dan mengumbar fitnah, mencaci, menghina atau pun melontarkan perkataan yang bisa menyakiti hati.
- Menjaga kehormatan diri dan keluarga serta sahabat.
- Mampu dan bersedia menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab.
- Berbakti dan hormat kepada kedua orang tua atau orang yang lebih tua dari kita.
- Menyambung tali silaturahim dan kekerabatan.
- Memerintahkan atau setidaknya menyampaikan amar ma’ruf nahi munkar.
Begitu pula rasa cinta kepada Allah dan
Rasulnya, takut kepada Allah, inabah (kembali taat) kepadanya, memurnikan agama
(amal ketaatan) hanya untuknya, bersabar terhadap keputusan (takdir)nya,
bersyukur atas nikmat yang diberikan dan lain sebagainya itu semua juga
termasuk bagian dari ibadah kepada Allah.
BAB
II
P E M B A H A S A N
Ibadah merupakan salah satu dimensi yang
begitu asasi di dalam ajaran Islam. Ibadah tidak cuma terkait dengan
ritual-ritual antara manusia dengan Sang Khalik, namun juga mengandung sejumlah
keutamaan bagi diri manusia dalam hubungannya dengan lingkungan dan sosialnya.
Di dalam konsep ajaran Islam, manusia diciptakan tak lain dan tak bukan ialah
untuk beribadah kepada Allah. Seorang ulama yang bernama Ibnu Athaillah al
Sakandari pernah memberikan suatu nasihat penting. Wahai saudaraku, janganlah
engkau keluar dari dunia ini dalam keadaan tidak pernah mencicipi manisnya
cinta kepada Allah dan nikmatnya ketaatan. manisnya cinta itu baru dapat kau
rasakan ketika engkau Berdzikir dan beribadah tanpa henti hanya untuk Allah SWT
A. Kekeringan
Spiritual Modern
Di
sekitar abad pertengahan, dimana modernitas sudah mulai ramai dibicarakan dan
aspek spiritual mulai ditinggalkan adalah Rene Descartes
mulai membangun gagasan kefilsafatannya mengenai kedua realitas itu. Oleh
karena ia merasa ada suatu keanehan dimana ia menanyakan bahawa yang
benar-banar ada itu apa? Realita nyata, ataukah pikiran rasional yang bersifat
spiritual dan metafisis? Yang hingga akhirnya ia terhenti ketika menyadari
bahwa dengan meragukan segalanya adalah cara dimana kebenaran akan yang ada itu
didapat yang disebut dengan keraguan metodis. Akhirnya ia berkesadaran bahwa
realita ada bagi manusia itu terbagi dua. Yang pertama res cogitan atau pikitan
yang bersifat spiritual dan ilahiyah, sedangkan yang kedua adalah res ekstensa
atau perluasan sebagaai realita empiris yang terindra. Karena diamini maupun
tidak, dualitas akan realita itu melekat pada manusia. Karena manusia itu
selain hidup di realita terindra, ia juga sangat membutuhkan aspek spiritual
dalam dirinya. Dan dampak pada manusia itu
sendiri.
Contoh
seperti ketika seorang semakin jauh dengan aspek ruhaniyah spiritual. Ia paling
tidak akan merasakan suatu kehampaan dalam hidupnya yang begitu mekanistis.
Seorang yang mengabaikan suatu aspek spiritual dalam dirinya ia akan kekeringan
spiritual dan akan resah dalam berkehidupan. Hidupnya bisa dibilang carut-marut
tak karuan meski di sekelilingnya ia tak merasa kurang satu apa pun dalam hal
duniawinya. Mengapa manusia dalam konteks dunia yang modern ini mengalami
kekeringan dan kehampaan secara spiritualitas? Jawabannya antara lain bisa
dilihat dari asal muasal pandangan serta konsep yang membentuk kemodernan atau
modernitas itu sendiri.
B.
Makna
Substantif dan Urgensi Ibadah
Dalam
terminologi syariat, Muhammad Abduh, Ibadah adalah suatu bentuk ketundukan dan
ketaatan yang mencapai puncaknya sebagai dampak dari rasa pengagungan yang
bersemai di dalam lubuk hati seseorang terhadap siapa yang kepadanya ia tunduk.
Rasa itu lahir akibat adanya kenyakinan dalam diri orang yang beribadah bahwa objek
yang ditujukan kepadanya ibadah itu memiliki kekuasaan yang tidak dapat
terjangkau hakikatnya. Maksimal yang dapat diketahui adalah bahwa yang disembah
itu dan yang kepadanya tertuju itu adalah Dia yang menguasai jiwa raganya,
namun Dia berada di luar jangkauannya.
• Substantif
ibadah berkaitan dengan sesuatu yang detail, rinci, mendalam dan bisa juga
diartikan sebagai bagian yang paling pokok/inti dari ibadah.
• Urgensi
ibadah dapat di artikan sebagai suatu dorongan untuk melakukan ibadah.
Maka makna Substantif dan urgensi berarti
sesuatu inti dari ibadah yang dapat mendorong kita untuk selalu mengingat Allah
SWT
C.
Ibadah
untuk Taqarrub Kepada Allah
Tujuan
paling penting dari amalan-amalan keagamaan adalah untuk mendidik pelakunya
memiliki pengalaman ketuhanan serta menanamkan kesadaran Ketuhanan yang
sedalam-dalamnya. Salah satu tujuan disyariatkannya ibadah adalah dalam rangka
lebih mendekatkan diri kepada Allah. Melalui ibadah, manusia berkomunikasi dan
mendekatkan dirinya kepada Allah. Tidak ada jalan lain untuk mendekat dan
bertaqarrub kepada Allah selain dengan jalan beribadah kepada-Nya. Dalam Islam
hubungan dengan Allah dapat dilakukan oleh seorang hamba secara langsung. Islam
tidak mengenal adanya suatu perantaraan manakala ingin mendekat kepada Allah.
Salah satu tanda dekat kepada Allah adalah
selalu mengingatnya, sehingga Alah juga akan mengingat hambanya tersebut. Allah
berfirman: “Karena itu, ingatlah kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu
dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku.” (QS.
Al Baqarah: 152).
D.
Meraih
Kekhusu’an dalam Ibadah
Bagaimana
cara meraih ibadah secara khusuk? Salah satu perkara yang bisa mendorong
terwujudnya ibadah yang khusuk adalah kesempurnaannya baik dalam hal syarat,
rukun serta tata caranya. Nabi Muhammad bersabda, “Barangsiapa yang beramal
tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR Muslim
dan Ahmad).
Sejumlah ulama Islam membeberkan kiat-kiat
agar dapat menjalankan suatu ibadah secara khusuk. Mengutip perkataan Imam
ja’far As-Shadiq, Syaikh Muhammad al-Gazali mengatakan bahwa ibadah yang
sesungguhnya baru dapat mewujud bila seseorang memenuhi tiga hal :
·
Tidak
menganggap apa yang berada dalam genggaman tangannya (kewenangannya) sebagai
milik pribadinya, karena seorang hamba tidak memiliki sesuatu pun. Apa yang
dimilikinya sesungguhnya adalah milik siapa yang kepadanya dia mengabdi.
·
Menjadikan
segala aktivitasnya berkisar kepada apa yang diperintahkan oleh siapa yang
kepada-Nya dia beribadah atau mengabdi serta menjauhi larangan-Nya.
·
Tidak
mendahului-Nya dalam mengambil keputusan, serta mengaitkan segala apa yang
hendak dilakukannya dengan seizin serta restu siapa yang kepada-Nya dia
beribadah.
E.
Dimensi Sosial Ibadah
Menurut
Imam Asy-Syatibi, ibadah memiliki dimensi keakhiratan sekaligus keduniawian.
Ibadah dalam ajaran Islam tidak hanya dimaksudkan dalam kerangka hubungan habluminallah
semata, tetapi juga mengandung dimensi habluminannas atau memiliki efek
sosialnya yang tinggi bagi para pemeluknya.
Semua
bentuk ibadah memiliki makna sosialnya. Contoh shalat. Salah satu kandungan
sosial dari ibadah shalat adalah bahwa shalat mengajarkan makna persaudaraan
dan persatuan manusia yang begitu tinggi. Ketika melaksanakan shalat di masjid
lima kali dalam sehari, maka seseungguhnya ibadah tersebut tengah menghimpun
penduduknya lima kali sehari pula. Dalam aktivitas tersebut, mereka saling
mengenal sesama, berjabat tangan, serta saling menyatukan hati.
BAB III
PENYELESAIAN
Kesimpulan dari
penjelasan materi tadi bahwa Konsep ibadah dalam Islam adalah amat luas dan
menyeluruh, merangkumi tingkah laku dan amalan manusia seluruhnya yang
dikerjakan menurut ajaran Islam. Ibadah mempunyai kaitan yang rapat dengan
akhlak. Menerusi ibadah yang betul akan melahirkan kelakuan yang baik bersopan
dan berakhlak mulia. Nilai akhlak berpunca daripada agama ditetapkan oleh al
Qur’an dan al sunnah.
Setiap amalan yang memenuhi syarat-syarat
berkenaan boleh menjadi ibadah dalam kehidupan manusia patut bekerja keras
untuk meraih kebahagiaan individu di dunia dan berdzikir , bertawakal dan
selalu memohon yang terbaik untuk bisa masuk surga. Itulah kebahagiaan individu
yang harus diraih. Didunia ini manusia tidaklah seorang diri mereka punya keluarga,
tetangga, kawan dan sebagainya. Hal inilah yang harus manusia pegang dengan
cara bersilaturahmi dengan mereka semua kelak seseorang akan mendapat kedamaian
hidup bersama didunia ini. Intinya semua yang diinginkan umat manusia akan
berhasil jika ada usaha dan memiliki iman.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment