Wednesday 11 December 2013

Ibadah : jalan menuju kebahagiaan individual dan kedamaian hidup bersama




 MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM








DISUSUN OLEH :
1. ENY PURWANINGSIH
2. ERLINDA SYAFITRI
3. FAUZIAH NUR AFIAH
4. YENI ROHMAWATI


MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA


 JAKARTA, 07 OKTOBER 2013  







BAB I

PENDAHULUAN




 Latar Belakang

    Seringkali dan banyak di antara kita yang menganggap ibadah itu hanyalah sekedar menjalankan rutinitas dari hal-hal yang dianggap kewajiban, seperti sholat dan puasa. Sayangnya, kita lupa bahwa ibadah tidak mungkin lepas dari pencapaian kepada Tauhid terlebih dahulu. Mengapa keduanya berkaitan erat ?
    Karena mustahil kita mencapai tauhid tanpa memahami konsep ibadah dengan sebenar-benarnya. Dalam syarah Al-Wajibat dijelaskan bahwa “Ibadah secara bahasa berarti perendahan diri, ketundukan dan kepatuhan.
    Secara umum ibadah seperti yang kita ketahui di antaranya yaitu mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan ramadhan (maupun puasa-puasa sunnah lainnya), dan melaksanakan haji. Selain ibadah pokok tersebut, hal-hal yang sering kita anggap sepele pun sebenarnya bernilai ibadah dan pahalanya tidak dapat diremehkan begitu saja, misalnya :
  • Menjaga lisan dari perbuatan dosa, misalnya dengan tidak berdusta dan mengumbar fitnah, mencaci, menghina atau pun melontarkan perkataan yang bisa menyakiti hati.
  • Menjaga kehormatan diri dan keluarga serta sahabat.
  • Mampu dan bersedia menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab.
  • Berbakti dan hormat kepada kedua orang tua atau orang yang lebih tua dari kita.
  • Menyambung tali silaturahim dan kekerabatan.
  • Memerintahkan atau setidaknya menyampaikan amar ma’ruf nahi munkar.
    Begitu pula rasa cinta kepada Allah dan Rasulnya, takut kepada Allah, inabah (kembali taat) kepadanya, memurnikan agama (amal ketaatan) hanya untuknya, bersabar terhadap keputusan (takdir)nya, bersyukur atas nikmat yang diberikan dan lain sebagainya itu semua juga termasuk bagian dari ibadah kepada Allah.







BAB II

P E M B A H A S A N


            Ibadah merupakan salah satu dimensi yang begitu asasi di dalam ajaran Islam. Ibadah tidak cuma terkait dengan ritual-ritual antara manusia dengan Sang Khalik, namun juga mengandung sejumlah keutamaan bagi diri manusia dalam hubungannya dengan lingkungan dan sosialnya. Di dalam konsep ajaran Islam, manusia diciptakan tak lain dan tak bukan ialah untuk beribadah kepada Allah. Seorang ulama yang bernama Ibnu Athaillah al Sakandari pernah memberikan suatu nasihat penting. Wahai saudaraku, janganlah engkau keluar dari dunia ini dalam keadaan tidak pernah mencicipi manisnya cinta kepada Allah dan nikmatnya ketaatan. manisnya cinta itu baru dapat kau rasakan ketika engkau Berdzikir dan beribadah tanpa henti hanya untuk Allah SWT
    A.   Kekeringan Spiritual Modern
Di sekitar abad pertengahan, dimana modernitas sudah mulai ramai dibicarakan dan aspek spiritual mulai ditinggalkan adalah Rene Descartes mulai membangun gagasan kefilsafatannya mengenai kedua realitas itu. Oleh karena ia merasa ada suatu keanehan dimana ia menanyakan bahawa yang benar-banar ada itu apa? Realita nyata, ataukah pikiran rasional yang bersifat spiritual dan metafisis? Yang hingga akhirnya ia terhenti ketika menyadari bahwa dengan meragukan segalanya adalah cara dimana kebenaran akan yang ada itu didapat yang disebut dengan keraguan metodis. Akhirnya ia berkesadaran bahwa realita ada bagi manusia itu terbagi dua. Yang pertama res cogitan atau pikitan yang bersifat spiritual dan ilahiyah, sedangkan yang kedua adalah res ekstensa atau perluasan sebagaai realita empiris yang terindra. Karena diamini maupun tidak, dualitas akan realita itu melekat pada manusia. Karena manusia itu selain hidup di realita terindra, ia juga sangat membutuhkan aspek spiritual dalam dirinya. Dan dampak pada manusia itu sendiri.
Contoh seperti ketika seorang semakin jauh dengan aspek ruhaniyah spiritual. Ia paling tidak akan merasakan suatu kehampaan dalam hidupnya yang begitu mekanistis. Seorang yang mengabaikan suatu aspek spiritual dalam dirinya ia akan kekeringan spiritual dan akan resah dalam berkehidupan. Hidupnya bisa dibilang carut-marut tak karuan meski di sekelilingnya ia tak merasa kurang satu apa pun dalam hal duniawinya. Mengapa manusia dalam konteks dunia yang modern ini mengalami kekeringan dan kehampaan secara spiritualitas? Jawabannya antara lain bisa dilihat dari asal muasal pandangan serta konsep yang membentuk kemodernan atau modernitas itu sendiri.


    B.      Makna Substantif dan Urgensi Ibadah

  Dalam terminologi syariat, Muhammad Abduh, Ibadah adalah suatu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya sebagai dampak dari rasa pengagungan yang bersemai di dalam lubuk hati seseorang terhadap siapa yang kepadanya ia tunduk. Rasa itu lahir akibat adanya kenyakinan dalam diri orang yang beribadah bahwa objek yang ditujukan kepadanya ibadah itu memiliki kekuasaan yang tidak dapat terjangkau hakikatnya. Maksimal yang dapat diketahui adalah bahwa yang disembah itu dan yang kepadanya tertuju itu adalah Dia yang menguasai jiwa raganya, namun Dia berada di luar jangkauannya.
      Substantif ibadah berkaitan dengan sesuatu yang detail, rinci, mendalam dan bisa juga diartikan sebagai bagian yang paling pokok/inti dari ibadah.
      Urgensi ibadah dapat di artikan sebagai suatu dorongan untuk melakukan ibadah.
  Maka makna Substantif dan urgensi berarti sesuatu inti dari ibadah yang dapat mendorong kita untuk selalu mengingat Allah SWT

   C.      Ibadah untuk Taqarrub Kepada Allah
 Tujuan paling penting dari amalan-amalan keagamaan adalah untuk mendidik pelakunya memiliki pengalaman ketuhanan serta menanamkan kesadaran Ketuhanan yang sedalam-dalamnya. Salah satu tujuan disyariatkannya ibadah adalah dalam rangka lebih mendekatkan diri kepada Allah. Melalui ibadah, manusia berkomunikasi dan mendekatkan dirinya kepada Allah. Tidak ada jalan lain untuk mendekat dan bertaqarrub kepada Allah selain dengan jalan beribadah kepada-Nya. Dalam Islam hubungan dengan Allah dapat dilakukan oleh seorang hamba secara langsung. Islam tidak mengenal adanya suatu perantaraan manakala ingin mendekat kepada Allah.
 Salah satu tanda dekat kepada Allah adalah selalu mengingatnya, sehingga Alah juga akan mengingat hambanya tersebut. Allah berfirman: “Karena itu, ingatlah kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku.” (QS. Al Baqarah: 152).
   D.      Meraih Kekhusu’an dalam Ibadah
   Bagaimana cara meraih ibadah secara khusuk? Salah satu perkara yang bisa mendorong terwujudnya ibadah yang khusuk adalah kesempurnaannya baik dalam hal syarat, rukun serta tata caranya. Nabi Muhammad bersabda, “Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR Muslim dan Ahmad).
  Sejumlah ulama Islam membeberkan kiat-kiat agar dapat menjalankan suatu ibadah secara khusuk. Mengutip perkataan Imam ja’far As-Shadiq, Syaikh Muhammad al-Gazali mengatakan bahwa ibadah yang sesungguhnya baru dapat mewujud bila seseorang memenuhi tiga hal :
·          Tidak menganggap apa yang berada dalam genggaman tangannya (kewenangannya) sebagai milik pribadinya, karena seorang hamba tidak memiliki sesuatu pun. Apa yang dimilikinya sesungguhnya adalah milik siapa yang kepadanya dia mengabdi.
·          Menjadikan segala aktivitasnya berkisar kepada apa yang diperintahkan oleh siapa yang kepada-Nya dia beribadah atau mengabdi serta menjauhi larangan-Nya.
·          Tidak mendahului-Nya dalam mengambil keputusan, serta mengaitkan segala apa yang hendak dilakukannya dengan seizin serta restu siapa yang kepada-Nya dia beribadah.

    E. Dimensi Sosial Ibadah
  Menurut Imam Asy-Syatibi, ibadah memiliki dimensi keakhiratan sekaligus keduniawian. Ibadah dalam ajaran Islam tidak hanya dimaksudkan dalam kerangka hubungan habluminallah semata, tetapi juga mengandung dimensi habluminannas atau memiliki efek sosialnya yang tinggi bagi para pemeluknya.
  Semua bentuk ibadah memiliki makna sosialnya. Contoh shalat. Salah satu kandungan sosial dari ibadah shalat adalah bahwa shalat mengajarkan makna persaudaraan dan persatuan manusia yang begitu tinggi. Ketika melaksanakan shalat di masjid lima kali dalam sehari, maka seseungguhnya ibadah tersebut tengah menghimpun penduduknya lima kali sehari pula. Dalam aktivitas tersebut, mereka saling mengenal sesama, berjabat tangan, serta saling menyatukan hati.









BAB III
PENYELESAIAN
                  
    Kesimpulan dari penjelasan materi tadi bahwa Konsep ibadah dalam Islam adalah amat luas dan menyeluruh, merangkumi tingkah laku dan amalan manusia seluruhnya yang dikerjakan menurut ajaran Islam. Ibadah mempunyai kaitan yang rapat dengan akhlak. Menerusi ibadah yang betul akan melahirkan kelakuan yang baik bersopan dan berakhlak mulia. Nilai akhlak berpunca daripada agama ditetapkan oleh al Qur’an dan al sunnah.
     Setiap amalan yang memenuhi syarat-syarat berkenaan boleh menjadi ibadah dalam kehidupan manusia patut bekerja keras untuk meraih kebahagiaan individu di dunia dan berdzikir , bertawakal dan selalu memohon yang terbaik untuk bisa masuk surga. Itulah kebahagiaan individu yang harus diraih. Didunia ini manusia tidaklah seorang diri mereka punya keluarga, tetangga, kawan dan sebagainya. Hal inilah yang harus manusia pegang dengan cara bersilaturahmi dengan mereka semua kelak seseorang akan mendapat kedamaian hidup bersama didunia ini. Intinya semua yang diinginkan umat manusia akan berhasil jika ada usaha dan memiliki iman.








BAB IV
DAFTAR PUSTAKA


No comments:

Post a Comment