TEMPO.CO, Malang -
Kegiatan pelonco di kampus Institut Teknologi Nasional, Malang, diduga
rutin dilakukan tiap tahun. Namun, baru di tahun ini pelonco ITN
berakibat buruk dengan tewasnya Fikri Dolasmantya Surya.
Mahasiswa asal Mataram, Nusa Tenggara Barat, itu tewas saat mengikuti
Kemah Bakti Desa di objek wisata Pantai Gua Cina, RT 49/RW 09, Dusun
Rowotrate, Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten
Malang, Jawa Timur, pada Sabtu, 12 Oktober 2013.
Dugaan itu diketahui dari keterangan empat warga setempat kepada Tempo
pada Jumat, 12 Desember 2013. Mulyati, salah seorang pemilik warung,
mengaku sempat bertanya kepada seorang panitia kenapa mahasiswa junior
dibentak-bentak karena lama di dalam kamar mandi saat kencing. "Tidak
apa-apa, Bu. Dulu saya juga begitu waktu ikut kegiatan seperti ini,"
kata perempuan berumur 56 tahun, menirukan jawaban sang panitia.
Mulyati sempat menangis di dapur setelah melihat Fikri duduk selonjoran
di teras warung kosong di sebelah warungnya dalam kondisi sangat lemas
dan pucat pasi.
Sutiyani, 28 tahun, juga mendapat
jawaban senada dari panitia lain saat menanyakan larangan bagi warga
untuk memberi makan dan minum kepada peserta KBD. "Katanya aturannya
sudah begitu dari dulu. Si orang panitia itu pun dulu dibegitukan," kata
Sutiyani.
Banyak mahasiswa yang memang terpaksa menolak
karena takut ketahuan. Hukuman berat pasti didapat mahasiswa junior yang
ketahuan menerima pertolongan dari warga itu. Tapi, ada segelintir
mahasiswa yang nekat memakan dan meminum pemberian warga secara
diam-diam.
Setahu ibu dua anak itu, jumlah mahasiswa
yang nekat itu lima orang dan semuanya perempuan. "Mereka curi-curi
kesempatan, tak tahu bagaimana caranya mereka makan dan minum dalam
kondisi begitu," kata dia, sambil menyusui anak keduanya.
Kesaksian serupa diberikan Nurul Hadi, penjaga Masjid Nurul Jabar Nur.
Masjid ini persis di belakang warung Mulyati. Hadi sangat kecewa dan
kesal melihat perlakuan kasar yang dialami peserta KBD. Jengkelnya makin
ke ubun-ubun saat mendapati kamar mandinya kian jorok dan berbau
pesing.
"Mahasiswa-mahasiswa junior itu tidak boleh
mandi dan ganti baju. Jadi pas salat, ya kotor-kotor begitu, kayak orang
habis dari sawah. Belubutan enggak keruan. Mukena yang dipakai
perempuan pun kotor. Cowoknya ada yang pakai kaus sobek. Waktu saya
tanya ke seorang panitia yang berjanggut, dijawab itu sudah sesuai
aturan kegiatan dan si panitia itu pun mengalaminya di tempat lain,"
kata Hadi.
Maryono, Ketua Paguyuban Mitra Kelola
Wanawisata Pantai Gua Cina, juga menguatkan keterangan ketiga
tetangganya. Ia sempat menegur panitia dan melarang pemberian hukuman di
dekat bangunan kayu lima toilet miliknya. Di dekat toilet inilah pada
Kamis, 10 Oktober, sekitar pukul 8 pagi sehabis senam, Fikri dibanting
dan ditendang di bagian rusuk kiri-kanan saat tak bisa lagi bangkit dan
berdiri sehingga harus merayap. Fikri dihukum begitu hanya gara-gara
membuang nasi.
"Ada panitia yang bilang, tapi saya lupa
namanya, hukuman seperti itu sudah biasa. Tapi bagi kami itu tetap saja
brutal, tidak berperikemanusiaan," kata bekas preman dan pernah jadi
wartawan tabloid Visual di Jakarta itu. Ia dan beberapa kawannya insyaf
dan bermukim di Sitiarjo.
Karena dilarang Maryono,
alhasil panitia menggeser kegiatan di warung-warung lain atau di tempat
lain yang tak sepenuhnya bisa diamati Maryono dan kawan-kawan.
No comments:
Post a Comment