Tuesday 25 November 2014

PARASITOLOGI



MAKALAH PARASIT 
TREMATODA



Di susun Oleh :
                       1. Afifah Trilistianingtias
         2. Aliptia tamami
3. Deka Budiarto
 4. Erlinda Syafitri
5. Febria
5.Kartika wulandari
6. Leli



PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA
JAKARTA
2014






































 
BAB I
PENDAHULUAN
I.    Latar Belakang
Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit yang berupa cacing. Berdasarkan taksonominya, helmint dibagi menjadi :
1.   NEMATHELMINTHES ( cacing gilik ).
2.   PLATYHELMINTHES ( cacing pipih ).
NEMATHELMINTHES ( Kelas Nematoda ) mempunyai spesies yang terbesar di antara cacing cacing yang hidup sebagai parasit. Cacing-cacing ini berbeda-beda dalam habitat, daur hidup dan hubungan hospes- parasit ( host-parasite relationship ). Kelas Nematoda berbentuk bulat memanjang dan pada potongan transversal tampak rongga badan dan alat-alat. Cacing ini memiliki alat kelamin terpisah. Dalam ilmu parasitologi kedokteran diadakan pembagian nematode menjadi nematoda usus yang hidup di rongga usus manusia dan nematoda jaringan yang hidup di jaringan berbagai alat tubuh. Di antara nematoda jaringan yang penting dalam ilmu kedokteran adalah: Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, Loa loa dan Onchocherca volvulus. Namun yang di bahas di dalam makalah ini hanya Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Loa loa.
II. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis menulis makalah ini, antara lain :
1.      Untuk mengetahui cara penularan penyakit filariasis
2.      Untuk mengetahui morfologi dan siklus hidup dari cacing dewasa dan mikrofilaria Wuchereria bancrofti yang dibutuhkan dalam mendiagnosis penyakit filariasis bancrofti
3.      Untuk mengetahui cara pencegahan agar seseorang tidak terinfeksi penyakit filariasis 



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam ilmu parasitologi kedokteran diadakan pembagian nematode menjadi nematoda usus yang hidup di rongga usus manusia dan nematoda jaringan yang hidup di jaringan berbagai alat tubuh. Nematoda jaringan yang hidup di jaringan berbagai alat tubuh di antara lain : Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Loa loa.
Wuchereria bancrofti terdapat secara terbatas pada beberapa daerah di Indonesia yaitu dari Sumatera sampai Irian Jaya. Wuchereria bancrofti yang terdapat di kota ( tipe urban) hanya terdapat di sekitar Jakarta dan Semarang, vektornya biasanya dari jenis Culex quinquefasciatus. Sedangkan yang terdapat di daerah perdesaan ( tipe rural) biasanya ditularkan oleh nyamuk dari jenis Anopheles  sp. dan Aedes sp. Mikrofilarianya bersifat periodik nokturna. Penyakit yang disebabkan oleh Wuchereria bancrofti adalah wukereriasis/filariasis bancrofti.
Brugia malayi hanya terdapat di perdesaan, penyebarannya cukup luas yaitu dari Sumatera sampai ke pulau Seram. Pada Brugia malayi terdapat 2 varian, yaitu Brugia malayi yang hidup pada manusia dan yang hidup pada manusia dan hewan, seperti kucing dan kera. Penyakit yang disebabkan oleh Brugia malayi adalah filariasis malayi. Pada umumnya vektor penularannya adalah nyamuk Anopheles barbirostris dan Mansonia. Periodisitas Brugia malayi adalah periodik nokturna, subperiodik nokturna atau non periodik.
Distribusi Menurut Waktu (Time)
Filariasis menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Dari tahun ke tahun jumlah provinsi yang melaporkan kasus filariasis terus bertambah. Bahkan di beberapa daerah mempunyai tingkat endemisitas yang cukup tinggi. Pada tahun 2007 kasus klinis filariasis dilaporkan sebanyak 11.473 kasus, tahun 2008 sebanyak 11.699 kasus dan tahun 2009 sebanyak 11.914 kasus ( proporsi sebesar 0,005% dari jumlah penduduk).
 Kasus filariasis menyebabkan kerugian ekonomi yang utama bagi penderita dan keluarganya. Kerugian yang disebabkan filariasis baik dalam keadaan akut maupun kronis antara lain adalah hilangnya jam kerja penderita yang berakibat pada penurunan pendapatan keluarga maupun kecacatan yang akan membebani keluarga yang bersangkutan maupun masyarakat sekitarnya. Berdasarkan hasil penelitian Ascobat Gani dkk, kerugian ekonomi akibat filariasis, baik karena kehilangan jam kerja maupun biaya-biaya yang ditanggung selama pengobatan, besarnya adalah Rp 735.380,- perkasus pertahun atau setara dengan 17,8% dari seluruh pengeluaran keluarga atau 32,3% dari biaya makan. Untuk seluruh Indonesia diperkirakan kerugian sebesar Rp. 4,6 triliun per tahun.
Penyakitnya disebut malayi filariasis. Dermaqui, seorang ahli bedah Perancis adalah orang yang mula-mula menemukan mikrofilarianya dalam cairan hidrosel seorang pasien dari Havana pada tahun 1863. Pada tahun 1866 Wucherer telah menemukan microfilaria dalam kencing darah seorang Brazillia.
Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua yang paling melemahkan yang dikenal dunia. Terdapat lebih dari 200 spesies parasit filaria, namun hanya sedikit yang menginfeksi manusia. Dari berbagai parasit filaria yang dapat menginfeksi manusia , Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori, merupakan penyebab infeksi yang paling sering dan menimbulkan gejala sisa yang patologis. Penyebaran penyakit filariasis dipelantarai oleh nyamuk sebagai vektor. Cacing dewasa filaria hidup pada pembuluh limfa, sedangkan mikrofilaria hidup di dalam darah. Pada dasarnya gejala klinis filariasis yang disebabkan oleh infeksi Wucheria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori adalah sama, tetapi gejala klinis akut tampak lebih jelas dan lebih berat pada infeksi oleh Brugia malayi dan Brugia timori. Infeksi Wuchereria bancrofti dapat menyebabkan kelainan pada saluran kemih dan alat kelamin, tetapi infeksi oleh Brugia malayi dan Brugia timori tidak menimbulkan kelainan pada saluran kemih dan alat kelamin.


BAB III
PEMBAHASAN
A.    BRUGIA MALAYI

Klasifikasi Ilmiah
Kingdom         : Animalia
Phylum            : Nematoda
Class                : Secernentea
Ordo                : Spirurida
Family             : Onchocercidae
Genus              : Brugia
Species            : Brugia malayi

1.      Hospes dan vector
Hospesnya Manusia, kucing, anjing dan lain-lain.
Vektornya : Anopheles barbirostris.
Habitat : - Cacing dewasa        : Saluran dan kelenjar limfe
              - Mikrofilaria              : Darah dan limfe

2.      Distribusi Geografis
Meliputi Ceylon, Indonesia, Filipina, India Selatan, Cina, Korea, dan sebagian besar daerah di Jepang. Bila Mansionia sebagai vector, penyakit tersebar rural ( di kampong) tapi bila Anopheles sebagai vector penyakit tersebar di daerah urban atau sub-urban.

3.      Morfologi
Morfologi Cacing dewasa jantan brugia malayi berukuran panjang 23 mm, ekor melingkar. Cacing betina berukuran panjang 55 mm, ekor lurus. Mikrofilaria brugia malayi panjangnya 200-275 µm, bersarung merah pada pewarnaan giemsa, lekuk badan kaku, panjang ruang kepalanya dua kali lebarnya, badannya mempunyai inti-inti tidak teratur, ekornya mempunyai satu-dua inti tambahan. Memiliki L1, L2, dan L3 seperti Wuchereria bancrofti namun bila dijumpai dapat dibedakan dari L3 Wuchereria bancrofti dari keberadaan tonjolan di bagian posterior tubuhnya.

4.      Siklus hidup
Hanya manusia yang menjadi hospes defenitif . Cacing dewasa bernama putih, berukuran untuk  yang betina 55x 0,16 mm, yang jantan 23 x 0,09 mm. Periodisitas: Nokturna. Hospes intermedier adalah Mansonia, Anopheles, dan Armigeres. Mikrofilia dalam  nyamuk tumbuh sampai menjadi larva yang infeksius selama 6-12 hari.
   
1.      Gejala klinis
Gejala klinis akut berupa limfadenitis, limfangitis, adenolimfangitis yang disertai demam, sakit kepala, rasa lemah dan timbulnya abses. Abses dapat pecah dan kemudian mengalami penyembuhan dengan menimbulkan parut, terutama di daerah lipat paha dan ketiak. Parut lebih sering terjadi pada infeksi Brugia malayi, demikian juga dengan timbulnya limfangitis dan limfadenitis.

2.      Jenis- jenis Penyakit
o   Limfedema
Pada infeksi Brugia malayi, terjadi pembengkakan kaki di bawah lutut, lengan di bawah siku dimana siku dan lutut masih normal.



o   Lymph Scrotum
Pelebaran saluran limfe superfisial pada kulit skrotum, kadang-kadang pada kulit penis, sehingga saluran limfe tersebut mudah pecah dan cairan limfe mengalir keluar dan membasahi pakaian. Ditemukan juga lepuh (vesicles) besar dan kecil pada kulit, yang dapat pecah dan membasahi pakaian, ini mempunyai risiko tinggi terjadinya infeksi ulang oleh bakteri dan jamur, serangan akut berulang dan dapat berkembang menjadi limfedema skrotum. Ukuran skrotum kadang-kadang normal kadang-kadang sangat besar.
o   Hidrokel
Hidrokel adalah pembengkakan kantung buah pelir karena terkumpulnya cairan limfe di dalam tunica vaginalis testis. Hidrokel dapat terjadi pada satu atau dua kantung buah zakar, dengan gambaran klinis dan epidemiologis sebagai berikut :
§  Ukuran skrotumkadang-kadang normal tetapi kadang-kadang sangat besar sekali, sehingga penis tertarik dan tersembunyi .
§  Kulit pada skrotum normal, lunak dan halus.
§  Kadang-kadang akumulasi cairan limfe disertai dengan komplikasi, yaitu komplikasi dengan chyle (chylocele), darah (haematocele) atau nanah (pyocele). Uji transiluminasi dapat digunakan untuk membedakan hidrokel dengan komplikasi dan hidrokel tanpa komplikasi. Uji transiluminasi ini dapat dikerjakan oleh dokter puskesmas yang sudah dilatih.

3.      Diagnosis
Untuk konfirmasi diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan :
a.       Diagnosis Parasitologi
Deteksi parasit yaitu menemukan mikrofilaria di dalam darah, cairan hidrokel atau cairan kiluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal dan teknik konsentrasi Knott. Pada pemeriksaan hispatologi, kadang-kadang potongan cacing dewasa dapat dijumpai di saluran dan kelenjar limfe dari jaringan yang dicurigai tumor. Deteksi biologi molekuler dapat digunakan untuk mendeteksi parasit melalui DNA parasit dengan menggunakan reaksi rantai polymerase (Polymerase Chain Reaction/PCR).
b.      Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan Ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar getah bening inguinal penderita akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak. Pemeriksaan ini hanya dapat digunakan untuk infeksi filaria oleh Wuchereria bancrofti. Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang ditandai dengan zat radioaktif menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik sekalipun pada penderita yang asimptomatik mikrofilaremia.
c.       Diagnosis Imunologi
Deteksi antibodi dengan menggunakan antigen rekombinan telah dikembangkan untuk mendeteksi antibodi subklas IgG4 pada filariasis brugia.

4.      Pengobatan
Hingga sekarang DEC masih merupakan obat pilihan. Dosis yang dipakai di beberapa Negara Asia berbeda-beda. Di Indonesia dosis yang dianjurkan adalah 5 mg/kg berat badan/hari selama 10 hari. Efek samping DEC pada pengobatan filiariasis brugia jauh lebih berat, bila dibandingkan dengan yang terdapat pada pengobatan filariasis brancofti. Untuk mendapatkan hasil penyembuhan yang sempurna, perlu pengobatan ni diulang beberapa kali.

5.      Pencegahan
1.      Pemakaian alat pelindung diri, yaitu dengan menggunakan jaket, celana panjang, obat nyamuk atau alat proteksi lainnya saat melakukan aktifitas pada malam hari.
2.      Menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk untuk melindungi diri terhadap gigitan nyamuk sehingga terhindar  dari risiko tertular filariasis.
3.      Penggunaan kelambu pada saat tidur, dengan tujuan untuk proteksi diri dari risiko tertular filariasis.

6.      Epidemologi
Brugia  Malayi hanya terdapat di pedesaan, karena vektornya tidak dapat berkembang biak diperkotaan. Brugia malayi hanya hidup pada manusia. Brugia malayi yang terdapat pada hewan dan manusia biasanya terdapat di pinggir pantai, dengan rawa-rawa. Penyebaran B. Malayi bersifat lokal, dari Sumatera sampai ke kepulauan Maluku.



A.    WUCHERERIA BANCROFTI
 
Klasifikasi Ilmiah
·         Kingdom      : Animalia
·         Phyllum       : Platyhelminthes
·         Class            : Nematoda
·         Ordo             : Spiruridia
·         Family          : Filariidae
·         Genus           : Wuchereria
·         Species         : Wuchereria bancrofti

1.      Hospes dan Vektor
Hospes definitive Wuchereria bancrofti adalah manusia. Cacing dewasa hidup di dalam saluran limfe, sedangkan microfilaria hidup di dalam darah dan limfe. Hospes perantara cacing ini adalah nyamuk.

2.      Distribusi Geografis
Wuchereria bancrofti tersebar di daerah yang beriklim tropis, umumnya daerah dataran rendah, terutama pedesaan, pantai, pedalaman, persawahan, rawa-rawa, dan hutan. Secara umum filariasis bancrofti tersebar di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian Jaya. Wuchereria bancrofti yang terdapat di kota ( tipe urban) , vektornya biasanya dari jenis Culex quinquefasciatus. Sedangkan yang terdapat di daerah pedesaan ( tipe rural) biasanya ditularkan oleh nyamuk dari jenis Anopheles  sp. dan Aedes sp. Mikrofilarianya bersifat periodik nokturna.

3.      Morfologi
Cacing dewasa berbentuk halus seperti benang, mempunyai kutikula halus, dan ditemukan dalam kelenjar dan saluran limfe. Cacing jantan panjangnya kira-kira 40 mm dan diameternya 0,1mm. Cacing betina panjangnya 80-100mm dan diameternya    0,24-0,30mm. Guna melanjutkan siklus hidupnya, cacing dewasa betina menghasilkan mikrofilaria bersarung. Panjang mikrofilarianya berkisar dari 244 sampai 296 µm serta aktif bergerak dalam darah dan limfe. Mikrofilarianya bersarung dan inti badannya tidak sampai ujung ekor. Pulasan seperti Giemsa, Wright, atau hemaktosilin Delafield telah digunakan untuk membantu membedakan gambaran morfologi dalam menentukan spesies mikrofilaria. Mikrofilaria yang dipulas panjangnya 245-300 µm dengan lebar 7- 8 µm, ruang pada kepala (cephalic space) yaitu panjang = lebar, memiliki inti yang teratur, lekukan badan halus dengan sarung berwarna pucat. Pada banyak daerah di Indonesia, mikrofilaria Wuchereria bancrofti termasuk dalam tipe periodik nokturna. Konsentrasi tertinggi mikrofilaria dalam peredaran darah yaitu pada malam hari umumnya diantara jam 10 malam sampai jam 2-4 pagi.

4.      Siklus Hidup
Hospes pelantara dari filaria, yaitu nyamuk mendapatkan infeksi dengan menelan mikrofilaria dalam darah yang diisapnya. Mula-mula parasite ini memendek, bentuknya  menyerupai sosis dan disebut larva stadium I (L1) dalam waktu 3 hari. Dalam waktu kurang lebih seminggu larva ini bertukar kulit tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang yang disebut larva stadium II (L2). Pada hari ke 10-14 selanjutnya larva ini bertukar kulit sekali lagi tumbuh makin panjang dan lebih kurus, disebut larva stadium III (L3) yang merupakan bentuk infektif dan dapat dijumpai di dalam selubung probosis nyamuk. Larva bermigrasi ke labela nyamuk dan masuk ke dalam kulit hospes definitive melalui luka tusukan ketika sedang mengisap darah. Dalam tubuh hospes definitive (manusia), larva L3 menembus lapisan dermis menuju saluran limfe dan  berkembang menjadi larva L4 dalam waktu 9-14 hari setelah infeksi. Larva L4 kemudian berkembang menjadi cacing dewasa di dalam kelenjar limfe dan  melakukan kopulasi . Mikrofilaria akan dilepaskan oleh cacing betina yang gravid dan dapat dideteksi di sirkulasi perifer dalam 8 sampai 12 bulan setelah infeksi. Dari saluran limfe, mikrofilaria memasuki sistem vena lalu ke kapiler paru dan akhirnya memasuki sistem sirkulasi perifer.

5.      Gejala Klinik
1.      Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila si penderita beristirahat dan muncul lagi jika si penderita bekerja berat.
2.      Pembengkakan kelenjar getah bening, sehingga terlihat bengkak didaerah lipatan paha, ketiak yang tampak kemerahan, panas dan sakit.
3.      Pembesaran tungkai, lengan, buah dada dan buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas.

6.      Penyakit
a. Filariasis bankrofti (wukereriasis brankrofti)
b. Wuchereriasis
c. Elephantiasis

7.      Diagnosis
Beberapa diagnosis yang digunakan untuk identifikasi filariasis bancrofti diantaranya adalah :
A.  Pemeriksaan Makroskopis
yaitu dengan melihat dari gejala klinis yang disebabkan oleh cacing dewasa Wuchereria bancrofi. Salah satu gejala klinisnya berupa  elephantiasis yang dapat mengenai seluruh lengan, pangkal paha sampai mata kaki serta dapat menyerang system kelamin, payudara dan vulva.
B.  Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan tujuan untuk menemukan mikrofilaria, cacing dewasa ataupun untuk mendeteksi adanya antigen dan/atau antibodi pada kasus occult filariasis. 
C. Pemeriksaan mikrofilaria dalam darah
Pemeriksaan sediaan darah adalah pemeriksaan yang paling sering digunakan dalam mendiagnosa infeksi filariasis bancrofti.  Pemeriksaan sediaan darah ini dilakukan untuk menemukan mikrofilaria dalam darah. Namun pemeriksaan ini memiliki kelemahan, yaitu hanya dapat dilakukan pada malam hari (22.00 – 02.00), yang disebabkan mikrofilaria bancrofti  memiliki periodisitas nokturna.

8.      Pengobatan
Pengobatan filariasis dilakukan dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC).  DEC dapat membunuh mikrofilaria dan cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Untuk filariasis akibatWuchereria bankrofti, dosis yang dianjurkan 6 mg/kg berat badan/hari selama 12 hari. Efek samping dari DEC ini adalah demam, menggigil, sakit kepala, mual hingga muntah. Pengobatan kombinasi dapat juga dilakukan dengan dosis tunggal DEC dan Albendazol 400mg, diberikan setiap tahun selama 5 tahun. Pengobatan kombinasi meningkatkan efek filarisida DEC. Obat lain yang juga dipakai adalah ivermektin. Ivermektin adalah antibiotik semisintetik dari golongan makrolid yang mempunyai aktivitas luas terhadap nematoda dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh mikrofilaria. Efek samping yang ditimbulkan lebih ringan dibanding DEC. Terapi suportif berupa pemijatan juga dapat dilakukan di samping pemberian DEC dan antibiotika, khususnya pada kasus yang kronis. Pada kasus-kasus tertentu dapat juga dilakukan pembedahan.



9.      Pencegahan
1.      Pemakaian alat pelindung diri, yaitu dengan menggunakan jaket, celana panjang, obat nyamuk atau alat proteksi lainnya saat melakukan aktifitas pada malam hari.
2.      Menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk untuk melindungi diri terhadap gigitan nyamuk sehingga terhindar  dari risiko tertular filariasis.
3.      Penggunaan kelambu pada saat tidur, dengan tujuan untuk proteksi diri dari risiko tertular filariasis.
4.      Melakukan tindakan pemutusan rantai penularan kegiatan insektisida dan larvasida.

10.  Epidemologi
Filariasis brancrofti hanya terdapat di pedesaan, karena vektornya tidak dapat berkembang biak diperkotaan. Brugia malayi hanya hidup pada manusia. Brugia malayi yang terdapat pada hewan dan manusia biasanya terdapat di pinggir pantai, dengan rawa-rawa. Penyebaran B. Malayi bersifat lokal, dari Sumatera sampai ke kepulauan Maluku.













B. LOA LOA
Klasifikasi ilmiah
  • Kingdom         : Animalia
  • Filum               : Nemathelmynthes
  • Kelas               : Nematoda
  • Ordo                : Spirurida
  • Family             : Onchocercidae
  • Genus              : Loa 
  • Spesies            : Loa loa

1.      Hospes dan Nama Penyakit
Parasit ini hanya ditemukan pada manusia. Penyakitnya disebut loaiasis atau calabar swelling (fugitive swelling). Loaiasis terutama terdapat di Afrika Barat, Afrika Tengah, dan Sundan.
2.      Distribusi Geografik
Parasit ini tersebar di daerah khatulistiwa di hutan yang berhujan (rain forest) dan sekitarnya; ditemukan di Afrika tropik bagian barat dari Sierra Leone sampai Angola, lembah sungai Kongo, Republik Kongo, Kamerun, dan Nigeria bagian selatan.

3.      Morfologi
Cacing dewasa hidup dalam jaringan subkutan, yang betina berukuran 50 – 70 x 0,5 mm dan yang jantan berukuran 30 – 34 x 0,35 – 0,43 mm. Cacing betina mengeluarkan microfilaria yang beredar dalam darah pada siang hari (diurna). Pada malam hari microfilaria berada dalam pembuluh darah paru.

4.      Siklus Hidup
Mikrofilaria mempunyai sarung berukuran 250-300 mikron x 6-8,5 mikron, dapat ditemukan dalam urin, dahak, dan kadang-kadang ditemukan di dalam cairan sumsum tulang belakang. Parasit ini ditularkan oleh lalat Chrysops. Microfilaria yang beredar dalam darah diisap oleh lalat dan setelah kurang lebih 10 hari di dalam badan serangga, microfilaria tumbuh menjadi larva infektif dan siap ditularkan kepada hospes lainnya. Cacing dewasa tumbuh dalam tubuh manusia dalam waktu 1 sampai 4 tahun kemudian berkopulasi dan cacing dewasa betina mengeluarkan microfilaria.

5.      Gejala Klinis
Cacing dewasa yang mengembara dalam jaringan subkutan dan mikrofilaria yang beredar dalam darah seringkali tidak menimbulkangejala. Cacing dewasa dapat ditemukan di seluruh tubuh dan seringkai menimbulkan gangguan di konjungtiva mata dan pangkal hidung dengan menimbulkan iritasi pada mata, mata sembab, sakit, pelupuk mata menjadi bengkak sehingga mengganggu pelihatan. Secara psikis, pasien menderita. Pada saat-saat tertentu penderita menjadi hipersensitif terhadap zat sekresi yang dikeluarkan oleh cacing dewasa dan menyebabkan reaksi radang bersifat temporer. Kelainan yang khas ini dikenal dengan calabar swelling atau fugitive swelling. Pembengkakan jaringan yang tidak sakit dan nonpitting ini dapat menjadi sebesar teluar ayam. Lebih sering terdapat di tangan atau lengan dan sekitarnya. Timbulnya secara spontan dan menghilang setelah beberapa hari atau seminggu sebagai manifestasi supersensitive hospes terhadap parasit. Masalah yang utama adalah apabila cacing tersebut masuk ke otak dan menyebabkan ensefalitis. Cacing dewasa dapat pula ditemukan dalam cairan serebrospinal pada orang yang menderita meningoensefalitis.

6.      Penyakit
Penyakit ini hanya ditemukan pada manusia. Penyakitnya disebut loaiasis. Loaiasis terutama terdapat di Afrika barat, Afrika tengah, dan Sudan. Morfologi dan daur hidup Cacing dewasa hidup dalam jaringan subkutan, yang betina berukuran 50-75 x 0,5 mm dan yang jantan berukuran 30-34 x 0,35-0,43 mm. cacing betina mengeluarkan microfilaria ynag beredar dalam darah pada siang hari (diurna). Pada malam hari microfilaria berada dalam pembuluh darah paru. Sama seperti jenis-jenis cacing filaria Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan yang lainnya yang menyebabkan penyakit kaki gajah, Loa loa pun transmisinya sama, namun bukan melalui gigitan nyamuk melainkan gigitan lalat.
 






7.      Diagnosa
Diagnosis dibuat dengan menemukan mikrofilaria dalam darah yang diambil pada waktu siang hari atau menemukan cacing dewasa dari konjungtiva mata ataupun dalam jaringan subkutan.

8.      Pengobatan
Dietilkarbamasin merupakan obat utama untuk pengobatan loaiasis. Dosisnya 2 mg/kg berat badan/hari, diberikan 3 kali sehari sesudah makan selama 14 hari. DEC membunuh mikrofilaria dan cacing dewasa. Pada pemberian DEC harus diperhatikan efek sampingnya. Disamping sebagai obat terapi, obat ini bersifat profilaksis terhadap infeksi parasit. Saat ini sedang mulai dicoba pengobatan dengan ivermectin. Cacing dewasa di dalam mata harus dikeluarkan dengan melakukan pembedahan yang dilakukan oleh seorang yang ahli di bidang tersebut.Prognosis biasanya baik bila cacing dewasa dapat dikeluarkan melalui mata atau apabila pengobatan berhasil dengan baik.

9.      Pencegahan
Pencegahan ini dapat dilakukan dengan menghindari gigitan lalat atau dengan pemberian obat sebulan sekali, selama 3 hari berturut-turut.


10.  Epidemologi
Daerah endemic adalah daerah lalat Chrysops silacea dan Chrysops dimidiata yang mempunyai tempat perindukan di hutan yang berhujan dengan kelembaban tinggi. Lalat-lalat ini menyerang manusia, yang sering masuk hutan, maka penyakitnya lebih banyak ditemukan pada pria dewasa.

























BAB IV
KESIMPULAN

Dalam ilmu parasitologi kedokteran diadakan pembagian nematode menjadi nematoda usus yang hidup di rongga usus manusia dan nematoda jaringan yang hidup di jaringan berbagai alat tubuh. Nematoda jaringan yang hidup di jaringan berbagai alat tubuh di antara lain : Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Loa loa.
Brugia malayi adalah cacing yang memiliki morfologi Cacing dewasa jantan brugia malayi berukuran panjang 23 mm, ekor melingkar. Cacing betina berukuran panjang 55 mm, ekor lurus. Hospes dari cacing ini adalah manusia, kucing, anjing dan lain-lain. Sedangkan vemtornya adalah Anopheles barbirostris. Distribusinya meliputi Ceylon, Indonesia, Filipina, India Selatan, Cina, Korea, dan sebagian besar daerah di Jepang. Jenis penyakit yang disebabkan oleh cacing ini anatar lain limfedema yaitu terjadinya pembengkakkan di sebagian tubuh manusia. Lalu ada Lymph Scrotum yaitu Pelebaran saluran limfe superfisial pada kulit skrotum. Dan ada juga Hidrokel yaitu  pembengkakan kantung buah pelir karena terkumpulnya cairan limfe di dalam tunica vaginalis testis. Diagnosisnya dapat dilakukan dengan diagnosis parasitologi , diagnosis radiologi menggunakan ultrasonografi , dapat juga dengan diagnosis imunologi. Pengobatannya masih menggunakan DEC. Pencegahan dapat dilakukan dengan perlindungan diri untuk menghindari tubuh dari masuknya cacing brugia malayi.

Wuchereria Bancrofti adalahcacing yang dapat menyebabkan penyakit yang dinamakan Filariasis bankrofti (wukereriasis brankrofti), Wuchereriasis, dan Elephantiasis. Hospes dari cacing ini adalah manusia dan vektornya adalah nyamuk. Distribusi dari cacing ini tersebar di daerah yang beriklim tropis, umumnya daerah dataran rendah, terutama pedesaan, pantai, pedalaman, persawahan, rawa-rawa, dan hutan. Dan cacing ini memiliki morfologi Cacing jantan panjangnya kira-kira 40 mm dan diameternya 0,1mm. Cacing betina panjangnya 80-100mm dan diameternya    0,24-0,30mm. Diagnosis penyakit yang disebabkan oleh cacing ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan makroskopis , pemeriksaan mikrokospis dan pemeriksaan microfilaria di dalam darah. Sampai saat ini DEC masih menjadi pilihan pengobatan untuk penyakit yang disebabkan oleh cacing wuchereria bancrofti. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan melindungi diri agar tidak terkena gigitan nyamuk vector dari wuchereria bancrofti.

Loa loa atau yang bisa disebut juga dengan cacing mata. Dapat menyebabkan penyakit yang disebuat loaiasis dengan hospes definifnya manusia. Parasit ini tersebar di daerah khatulistiwa di hutan yang berhujan (rain forest) dan sekitarnya. Dengan morfologi Cacing dewasa hidup dalam jaringan subkutan, yang betina berukuran 50 – 70 x 0,5 mm dan yang jantan. Diagnosis dibuat dengan menemukan mikrofilaria dalam darah yang diambil pada waktu siang hari atau menemukan cacing dewasa dari konjungtiva mata ataupun dalam jaringan subkutan. Dietilkarbamasin merupakan obat utama untuk pengobatan loaiasis. Dosisnya 2 mg/kg berat badan/hari, diberikan 3 kali sehari sesudah makan selama 14 hari. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan menghindari gigitan lalat atau dengan pemberian obat sebulan sekali, selama 3 hari berturut-turut.
Sudah sangat jelas bahwa ketiga parasit yang dibahas dalam makalah ini berhospes definif pada manusia. Ketiga parasit ini menyebabkan penyakit yang berbeda-beda namun untuk cara pencegahan , pengobatan , diagnosis penyakit dan pemberantasannya hampir sama untuk ketiga parasit tersebut. Mereka ditularkan melalui gigitan nyamuk vector maupun gigitan lalat vector. Dan ketiga parasit tersebut banyak tersebar di daerah tropis maupun subtropis. Dan Indonesia juga sudah menjadi ancaman untuk terserangnya penyakit yang disebabkan oleh salah satu maupun ketiga parasit tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

Diakses pada tanggal 22 April 2014 pada pukul 20.00 WIB.
Diakses pada tanggal 23 April 2014 pada pukul 17.00 WIB.
Diakses pada tanggal 10 Mei 2014 pada pukul 11.00 WIB.
4.      Kus Irianto. 2009. Parasitologi untuk paramedic dan non medis. Penerbit : YramaWidya
5.      Prof. dr. Sri S. Margono. 1998. Parasitologi Kedokteran. Penerbit : Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
 









 

No comments:

Post a Comment